BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Abu adalah zat anorganik sisa hasil
pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung dari
jenis bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu memiliki hubungan dengan mineral
suatu bahan. Mineral yang terdapat dalam suatu bahan dapat merupakan dua macam
garam organik dan anorganik. Contoh mineral yang termasuk dalam garam organik
yaitu, garam-garam asam mallat, oksalat, asetat. Sedangkan garam anorganik
antara lain, dalam bentuk garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, dan nitrat
(Slamet, dkk, 1989: 150).
Pengujian kadar abu merupakan hal
yang sangat penting pada bahan pangan untuk mengetahui baik tidaknya suatu
bahan pangan untuk dikonsumsi ataupun untuk diolah oleh masyarakat. Pengabuan
juga dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan
pangan dan parameter nilai gizi pada bahan pangan. Pengabuan bahan pangan dapat
dilakukan dengan analisa kadar abu dengan metode pengabuan basah dan metode
pengabuan kering.
Metode pengabuan basah adalah salah
satu usaha untuk memperbaiki cara kering yang sering memakan waktu lama
(Slamet, dkk, 1989: 156). Sedangakan yang dimaksud metode kering adalah
pengabuan secara langsung dengan mengoksidasi semua zat organik pada suhu
tinggi. Dalam makalah ini, kami akan membahas kedua metode tersebut dengan
rinci.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
uraian latar belakang sebelumnya, berikut rumusan masalah pada makalah ini.
1.
Apakah yang dimaksud dengan pengabuan?
2.
Apakah yang dimaksud dengan metode
pengabuan basah?
3.
Apakah yang dimaksud dengan metode
pengabuan kering?
4.
Bagaimana kelebihan dan kekurangan
metode pengabuan basah?
5.
Bagaimana kelebihan dan kekurangan
metode pengabuan kering?
6.
Bagaimana perbedaan metode pengabuan
basah dan pengabuan kering?
1.3
Tujuan Penulisan
Berdasarkan
rumusan masalah di atas, berikut ini tujuan penulisan makalah.
1.
Untuk mengetahui pengertian pengabuan
2.
Untuk mengetahui pengertian metode
pengabuan basah.
3.
Untuk mengetahui pengertian metode
pengabuan kering.
4.
Untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan metode pengabuan basah.
5.
Untuk mengetahui kelebihan dan
kekurangan metode pengabuan kering.
6.
Untuk mengetahui perbedaan metode
pengabuan basah dan pengabuan kering.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Pengabuan
Pengabuan
adalah proses pembakaran bahan organik untuk menghasilkan zat abu. Abu
merupakan residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen
organik bahan pangan. Kadar abu dari suatu bahan pangan menunjukkan kandungan
mineral yang terdapat dalam bahan tersebut, kemurnian, serta kebersihan suatu
bahan yang dihasilkan. Pengabuan dapat dilakukan dengan menggunakan dua metode,
yaitu metode pengabuan kering (cara langsung) dan pengabuan basah (cara tidak
langsung). Metode pengabuan basah cenderung menggunakan indikator kuat (asam
kuat), sedangkan metode pengabuan kering yaitu pengabuan bahan menjadi komponen
yang lebih sederhana dengan suhu tinggi dalam tanur. Prinsip pengabuan basah
(cara tidak langsung) yaitu memberikan reagen kimia tertentu pada bahan sebelum
dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa ditambahkan adalah gliserol alkohol
ataupun pasir bebas anorganik selanjutnya dilakukan pemanasan pada suhu tunggi.
Prinsip dari pengabuan kering (cara langsung) yaitu dengan mengoksidasi semua
zat organik pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500–600ºC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut
2.2
Pengertian
Metode Pengabuan Basah
Pengabuan ini menggunakan
oksidator-oksidator kuat (asam kuat).Biasanya digunakan untuk penentuan
individu komponen mineral. Pengabuan merupakan tahapan persiapan
contoh.Pengabuan cara basah ini dilakukan dengan mendestruksi komponen-komponen
organik (C, H, dan O) bahan dengan oksidator seperti asam kuat. Pengabuan cara
ini dilakukan untuk menentukan elemen-elemen mineral. Cara ini lebih baik dari
cara kering karena pengabuan cara kering lama dan terjadi kehilangan mineral
karena suhu tinggi. (Fauzi, 2006)
Prinsip pengabuan cara basah adalah memberi reagen
kimia (asam kuat) pada bahan sebelum pengabuan. Bahan tersebut dapat berupa:
a.
Asam sulfat yang berfungsi sebagai bahan
pengoksidasi kuat yang dapat mempercepat reaksi oksidasi.
b.
Campuran asam sulfat & potasium
sulfat. K2SO4 menaikkan titik didih H2SO4menyebabkan suhu pengabuan tinggi
sehingga pengabuan berlangsung cepat.
c.
Campuran asam sulfat & asam nitrat
.Campuran ini banyak digunakan selain itu capuran ini merupakan oksidator kuat.
Memiliki suhu difesti dibawah 3500C.
d.
Campuran asam perklorat & asam
nitrat untuk bahan yang sulit mengalami oksidasi campuran ini baik untuk
digunakan karena pengabuan sangat cepat ± 10 menit. Perklorat bersifat mudah
meledak. ( Sudarmadji , 2003)
Pengabuan basah dilakukan dengan cara mengoksidasi komponen organik sampel
menggunakan oksidator kimiawi, seperti asam kuat. Kombinasi asam yang sering
digunakan dalam pengabuan basah adalah kombinasi asam nitrat dengan asam
sulfat. Penggunaan asam sulfat memakan waktu oksidasi yang sangat lama.
Penggunaan asam nitrat dapat mengoksidasi bahan organik sampel dengan baik,
namun sayangnya asam nitrat cepat habis bahkan sebelum semua sampel
terdekstruksi sempurna. Oleh karena itu, untuk menyiasati kekurangan dari
oksidator kimiawi tersebut maka digunakan kombinasi asam nitrat dan asam
sulfat. Suhu pada pengabuan basah biasanya lebih rendah dari pengabuan kering (Gunawan,2009).
Pengabuan basah merupakan salah
satu usaha untuk memperbaiki cara kering yang sering memakan waktu lama.
Prinsip pengabuan basah adalah memberikan reagen kimia tertentu ke dalam bahan
sebelum digunakan untuk pengabuan (Slamet,dkk., 1989:156). Contoh reagen kimia
yang dapat ditambahkan ke dalam bahan yaitu:
1. Asam sulfat, sering
ditambahkan ke dalam sample untuk membantu mempercepat terjadinya reaksi
oksidasi.
2. Campuran asam sulfat dan
potassium sulfat. Potassium sulfat yang dicampurkan pada asam sulfat akan
menaikkan titik diduih asam sulfat sehingga suhu pengabuan dapat
ditingkatkan
3. Campuran asam sulfat, asam
nitrat yang merupakan oksidator kuat. Dengan penambahan oksidator ini akan
menurunkan suhu degesti sampai 3500 C, sehingga komponen yang mudah pada suhu
tinggi dapat tetap dipertahankan dalam abu dan penentun kadar abu lebih baik.
4. Penggunaan asam perklorat
dan asam nitrat dapat digunakan untuk bahan yang sangat sulit mengalami
oksidasi.
Menurut Zainal (2008), langkah – langkah penentuan
kadar abu dengan cara basah yaitu:
1. Sampel dengan berat 2−5 g
dimasukkan ke dalam gelas erlenmeyer, kemudian ditambahkan campuran HNO3 pekat:
HClO4 = 4 : 1 sebanyak 10 ml dan ditutup dengan gelas erlogi (1 malam),
2. pemanasan sampel di atas
hotplate pada suhu 115oC selama 6−8 jam sampai larutan berwarna
bening.
3. Larutan hasil destruksi lalu
dimasukkan dalam labu ukur 10 ml dan ditambah HNO3 10% sampai tanda batas.
4. Larutan tersebut siap untuk
pengukuran dengan SSA
2.3 Pengertian Pengabuan Kering
Pengabuan
kering merupakan analisis kadar abu yang dilakukan dengan cara mendestruksi
komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur pengabuan
(furnace), tanpa terjadi nyala api, sampai terbentuk abu berwarna putih keabuan
dan berat konstan tercapai. Oksigen yang
terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator. Residu yang didapatkan
merupakan total abu dari suatu sampel (Andarwulan 2010).
Sampel yang digunakan pada metode
pengabuan kering ditempatkan dalam suatu cawan pengabuan yang dipilih
berdasarkan sifat bahan yang akan dianalisis serta jenis analisis lanjutan yang
akan dilakukan terhadap abu. Jenis-jenis bahan yang digunakan untuk pembuatan
cawan antara lain adalah kuarsa, vycor,
porselen, besi, nikel, platina, dan campuran emas-platina. Cawan porselen
paling umum digunakan untuk pengabuan karena beratnya relatif konstan setelah
pemanasan berulang-ulang dan harganya yang murah. Meskipun demikian cawan
porselen mudah retakk, bahkan pecah jika dipanaskan pada suhu tinggi dengan
tiba-tiba (Andarwulan 2010).
Sebelum diabukan, sampel-sampel
basah dan cairan biasanya dikeringkan lebih dahulu di dalam oven pengering.
Pengeringan ini dapat pula dilakukan menentukan kadar air sampel. Pra-pengabuan
dilakukan di atas api terbuka, terutama untuk sampel-sampel yang seluruh sampel
mengering dan tidak mengasap lagi. Setelah perlakuan ini, baru sampel
dimasukkan ke dalam tanur (furnace) (Andarwulan 2010).
Apabila pengabuan yang
berkepanjangan tidak dapat menghasilkan abu bebas karbon (carbon free ash),
residu harus dibasahi lagi dengan air, dikeringkan dan kemudian diabukan sampai
didapat abu berwarna putih ini, residu dapat pula diperlakukan dengan hidrogen peroksida, asam nitrat dan atau asam sulfat, tetapi perlu
diingat bahwa perlakukan ini akan mengubah bentuk mineral yang ada di dalam
abu. Jika diperlukan, dapat pula residu yang belum bebas karbon dilarutkan
dalam sejumlah kecil air dan kemudian disaring dengan kertas saring berkadar
abu rendah. Kedua bagian ini kemudian diabukan kembali secara terpisah
(Andarwulan 2010).
Pengabuan kering untuk persiapan
penetapan trace minerals jarang dilakukan karena mineral tersebut bersifat
menguap pada suhu pengabuan. Suhu pengabuan yang dianggap aman dari kehilangan
sejumlah mineral karena penguapan adalah 500oC. Suatu cara pengabuan sampel
biologis yang dianjurkan meliputi pengeringan dan pra-pengabuan pada suatu alat
khusus yang terdiri dari sebuah hot plate dan lampu inframerah. Suhu dinaikan
perlahan-lahan sampai 300oC dimana sampel mulai membara. Pengabuan dilanjut di
dalam tanur dnegan suhu awal 250oC, dan dinaikkan bertahap menjadi 450oC selama
satu jam. Suhu akhir ini dipertahankan sampai seluruh komponen organik
terdekomposisi. Abu dalam bahan ditetapkan dengan menimbang residu hasil
pembakaran komponen bahan organik pada suhu sekitar 550oC (Andarwulan, 2010).
2.4
Kekurangan dan Kelebihan Pengabuan Basah
Dalam pengabuan basah juga terdapat beberapa
kelebihan dan kekurangan (Anonim, 2010) diantaranya :
Kelebihan dari pengakuan basah, meliputi :
a.
Waktu yang diperlukan relatif singkat,
b.
Suhu yang digunakan relatif rendah,
c.
Resiko kehilangan air akibat suhu yang
digunakan relatif rendah,
d.
Dengan penambahan gliserol alkohol dapat
mempercepat pengabuan, dan
e.
Penetuan kadar abu lebih baik
Kelemahan dari pengabuan basah, meliputi :
a.
Hanya dapat digunakan untuk trace elemen
dan logam beracun,
b.
Memerlukan regensia yang kadangkala
berbahaya, dan
c.
Memerlukan koreksi terhadap regensia
yang digunakan.
2.5 Kelebihan dan Kekurangan
Pengabuan Kering
Pengabuan
dengan cara langsung (kering) memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan. Beberapa
kelebihan dari cara pengabuan kering, antara lain:
- Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan makanan
dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk mendeteksi sampel yang
relatif banyak,
- Digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak
larut dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dan
- Tanpa menggunakan regensia sehingga biaya lebih murah
dan tidak menimbulkan resiko akibat penggunaan reagen yang
berbahaya.
Sedangkan kelemahan dari cara pengabuan kering, antara lain
:
- Membutuhkan waktu yang lebih lama,
- Tanpa penambahan regensia,
- Memerlukan suhu yang relatif tinggi,
- Adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu
tinggi (Apriantono 1989).
2.6 Perbedaan
Pengabuan Basah dan Pengabuan Kering
Metode pangabuan kering menggunakan
panas tinggi dan adanya oksigen. Biasanya digunakan dalam analisis kadar abu .
Metode pengabuan cara kering banyak dilakuakan untuk analisis kadar abu.
Caranya adalah dengan mendestruksi komponen organik contoh dengan suhu tinggi
di dalam suatu tanur (furnace) pengabuan, tanpa terjadi nyala api sampai
terbentuk abu berwarna putih keabuan dan berat tetap (konstan) tercapai.
Oksigen yang terdapat di dalam udara bertindak sebagai oksidator.Oksidasi
komponen organik dilakukan pada suhu tinggi 500-6000C. Sedangkan pengabuan
basah menggunakan oksidator-oksidator kuat (asam kuat).Biasanya digunakan untuk
penentuan individu komponen mineral. Pengabuan cara basah ini dilakukan dengan
mendestruksi komponen-komponen organik (C, H, dan O) bahan dengan oksidator
seperti asam kuat. Pengabuan cara ini dilakukan untuk menentukan elemen-elemen
mineral. Cara ini lebih baik dari cara kering karena pengabuan cara kering lama
dan terjadi kehilangan mineral karena suhu tinggi. (Fauzi, 2006)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1.
Pengabuan adalah proses pembakaran bahan
organik untuk menghasilkan zat abu.
2.
Metode
pengabuan basah merupakan pengabuan dengan menggunakan oksidator-oksidator kuat (asam
kuat). Biasanya digunakan untuk
penentuan individu komponen mineral. Metode ini dilakukan untuk memperbaiki
cara kering yang sering memakan waktu lama.
3.
Sedangkan
metode pengabuan kering adalah analisis kadar abu yang dilakukan dengan cara
mendestruksi komponen organik sampel dengan suhu tinggi di dalam suatu tanur
pengabuan (furnace), tanpa terjadi nyala api,
sampai terbentuk abu warna putih keabuan dan berat konstan tercapai.
4.
Beberapa
kelebihan dan kelemahan yang terdapat pada pengabuan basah sesuai dengan Anonim
(2010c). Kelebihan dari pengakuan basah,
meliputi, waktu yang diperlukan relatif singkat, suhu dan resiko
kehilangan air relatif rendah, penambahan gliserol alkohol dapat mempercepat
pengabuan, dan penetuan kadar abu lebih baik. Sedangkan kelemahan dari
pengabuan basah, meliputi hanya dapat digunakan untuk trace elemen dan logam
beracun, memerlukan regensia yang kadangkala berbahaya, dan memerlukan koreksi
terhadap regensia yang digunakan.
5.
Pengabuan
dengan cara langsung (kering) memiliki beberapa kelebihan dan kelemahan.
Beberapa kelebihan dari cara pengabuan kering, antara lain: Digunakan untuk penentuan kadar abu total bahan
makanan dan bahan hasil pertanian, serta digunakan untuk mendeteksi sampel yang
relatif banyak, digunakan untuk menganalisa abu yang larut dan tidak larut
dalam air, serta abu yang tidak larut dalam asam, dan tanpa menggunakan
regensia sehingga biaya lebih murah dan tidak menimbulkan resiko akibat
penggunaan reagen yang berbahaya. Sedangkan kelemahan dari cara
pengabuan kering, antara lain membutuhkan waktu
yang lebih lama, tanpa penambahan regensia, suhu yang relatif
tinggi, adanya kemungkinan kehilangan air karena pemakaian suhu tinggi.
6.
Perbedaan
metode metode pengabuan basah dan pengabuan kering. Pengabuan cara basah,
digunakan untuk track element, memerlukan waktu relative singkat, suhu relative
rendah, sample lebih sedikit dan memerlukan reagen kimia. Sedangka pengabuan
cara kering, digunakan untuk penentuan total abu dalam suatu bahan dan hasil
pertanian, memerlukan waktu relative lama, suhu tinggi dan penggunaannya untuk
sample yang banyak.
3.2 Saran
1.
Pengujian
kadar abu sangat penting dilakukan pada bahan pangan untuk mengetahui baik
tidaknya suatu bahan pangan untuk dikonsumsi ataupun untuk diolah oleh
masyarakat.
2.
Mengimbangi
konsumsi mineral dengan konsumsi serat, karena jika terlalu banyak mengonsumsi
serat maka mineral yang diserap akan berkurang.
DAFTAR PUSTAKA
Maharwulan.2014.
Analisis Kadar Abu dan Mineral.
Online (maharwulan.blogspot.id/2014/04/analisis-kadar-abu-dan-mineral.html),
diakses 24 April 2017.
Muspirahdjalal.2011.
Metode analisa kadar abu. Online
(http://muspirahdjalal.blogspot.co.id/2011/11/metode -analisa-kadar-abu.html ),
diakses 24 April 2017.
SelembarHarapanku.2014.
Analisa Kadar Ab Pada Bahan Pangan.
Online (http://selembarharapanku.blogspot.co.id/2014/03/analisa-kadar-abu-pada-bahan-pangan.html
), diakses 24 April 2017.
Yudha.2012. Analisa Kadar Abu. Online
(biologi-Yudha.blogspot.co.id/2012//analisa-abu.html) diakses 24 April 2017.